TUDUHAN
ADALAH BERKAH
Oleh:
Sahat Parnasipan Manalu, S.Pd., M.Hum.
SMAN 2 Siborongborong, Kabupaten
Tapanuli Utara
Sumatera Utara
Hari
ini, seorang teman sejawat yang juga merupakan mantan gurunya sedang bercerita
kepada BOB. “Apakah kamu tau, apa yang terjadi di kantor?” tanya sang mantan
guru kepadanya. Bob pun menjawab dengan
polosnya, “nggak tau bu, emangya ada pa bu?” “Banyak sms kaleng yang
dialamatkan kepada bapak ketua”, sambung sang mantan guru. Dengan terheran Bob pun merespon, “sms kaleng??@#$??,
maksudnya gimana bu? Kembali sang
gurupun memperjelasnya lagi dengan nada berbisik dengan bahasa tubuh yang agak
beda dari biasanya, “banyak sms yang merendahkan, menghina dan melecehkan
dialamatkan ke HP bapak itu. Katanya mereka mengaku orang lain, tetapi bapak
itu tidak yakin dan menduga itu adalah ulah pegawai yang ada dikantor ini yang
boleh saja katanya berpura-pura menjadi orang lain padahal enggak.” “Terus dah
gimana ujungnya bu?” tanya Bob. Sambil
menatap mata Bob, sang mantan muridnya itu, sang mantan guru pun mulai mengamati gerak-gerik Bob dan berkata, ”singkatnya,
bapak itu menuduhmu sebagai aktornya!” Mendengar itu Bob pun hanya bisa
tersenyum sambil menjawab sang mantan guru, “hehehehe, ibu....., saya sudah
terbiasa dipermalukan, dihina, dipersalahkan, apalagi dituduh. Saya juga sudah
terbiasa bekerja dibawah tekanan. Jadi saya nggak terkejut lagi walaupun saya
dituduh aktor dari semua itu. Semoga Tuhan mendengarkan ini, dan menunjukkan
jalan terbaik bagi mereka yang menuduh saya. Mudah-mudahan mereka menyadari
kekeliruannya. Dihadapan Tuhan saya berkata bahwa saya bukanlah aktornya,”
tegas Bob.
Dari
kutipan cerita diatas, saya berpendapat bahwa kecurigaan terhadap orang lain
itu adalah suatu hal yang wajar dan manusiawi. Karena manusia itu sendiri
adalah mahluk individu yang mempunyai keterbatasan untuk bisa mengetahui pasti
kebenaran dari sesuatu hal. Hanya, apabila kecurigaan itu tidak murni dan tidak
punya bukti yang benar, banyak ditumpangi oleh kepentingan yang tidak benar,
maka itu akan tampak seperti dibuat-buat hanya untuk menggiring opini sendiri
maupun orang lain dengan tujuan mempersalahkan seseorang yang belum tentu
berbuat kesalahan itu. Sifat inilah yang menjadikan manusia itu sendiri sebagai
mahluk yang tampaknya kuat tetapi
sebenarnya lemah, tampaknya malaikat padahal penghianat. Artinya tanpa adanya penguasaan diri baik, maka mulutpun akan
berbuat tanpa aturan hati nurani, sehingga TUDUHAN pun acapkali menghiasi bibir
sang pecundang. Berikut ini adalah penguatan yang dapat dilakukan oleh mereka
yang di fitnah:
Apakah
yang harus kita perbuat apabila seseorang menuduh kita, padahal tuduhan itu
adalah fitnah? Berserahlah dan berdoalah kepada Tuhan yang kita yakini sebab Dia-lah
yang maha tahu tentang persoalan tersebut. Penyerahan diri kepada Tuhan secara
total supaya diberi kekuatan untuk menghadapinya. Kekuatan ini adalah kekuatan
batin yang siap menerima resiko apapun, tanpa mengelak maupun mengalamatkannya
kepada orang lain yang tidak bersalah. Kekuatan inilah yang membuat kita
berbeda dari mereka yang mengandalkan kehebatan pikiran mereka. Berserahlah
dengan sepenuh hati karena Tuhanlah yang tahu apa yang menjadi kebutuhan kita.
Biarkanlah dimata mereka kita bersalah karena akan ditinggikan oleh TUHAN
Haruskah
kita membela diri? Ya, tetapi janganlah membela diri berlebihan, karena dengan
membela diri yang terlalu banyak akan menguras energi dan merugikan diri
sendiri. Sampaikanlah hal yang sebenarnya kepada mereka seperlunya, meskipun mereka
terus menyudutkan kamu. Karena dengan
seperti itu kamulah pemenang yang sebenarnya, karena secara naluri seseorang
yang merasa terancam akan menggunakan apapun untuk mempertahankan
kepentingannya sendiri. Pejabat korup akan terus mengatakan ‘tidak’, bahkan
tidak ditanyapun akan tetap mengatakan ‘tidak’ dengan harapan supaya orang lain
yakin terhadapa pengakuannya padahal sebenarrnya ‘tidak’. Pejabat sombong juga
acap kali mengatakan ‘...bahwa saya tidak sombong...’, padahal tanpa
dikatakanpun, orang lain tahu bahwa dia sesungguhnya adalah sombong. Perkataannya
memang lembut, wajahnya tampak tak berdosa tetapi tidak konsisten dengan apa
yang dikatakannya. Sama saja halnya dengan pejabat pembohong juga, yang selalu
mengatakan kita harus transparan kepada anak buahnya, padahal anak buahnya tahu
apa yang sebenarnya terjadi dengan ‘saya transparan kepada kita semua’. Anak
buahnya sesungguhnya tahu bahwa mereka sedang dibohongi, hanya saja anak buanya
tidak berniat untuk mempermalukannya, karena anak buahnya masih memiliki
sesuatu yang tidak dimiliki oleh pejabat tersebut. Ya, belalah diri kita
seperlunya saja, karena itulah yang
membuat kita beda dari mereka yang hanya mengandalkan emosional dengan segala
kekuasaan duniawinya. Kekuasaan kita hanyalah HATI. Kita harus memiliki,
menempatkan dan menggunakan HATI dengan BENAR.
Haruskah
kita mengasihi mereka yang telah menfitnah kita? Jawabannya adalah HARUS. Dilema akan terus hadir ditelinga bahkan
dipikiran mereka yang meragukan kata HARUS mengasihi musuh. Karena orang yang
masih meragukan hal tersebut akan terus menggunakan pikiran mereka sendiri
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Logika berfikir akan terus
memuncak dan jika tidak terkendali, menjadi bom waktu yang akan meledak
sewaktu-waktu, pastinya akan merugikan diri sendiri. Musuh dalam hal ini
bukanlah badannya tetapi wataknya, dan bukanlah mulutnya tetapi hatinya. Mengasihi
orang yang menfitnah kita, bukanlah berarti bahwa kita juga memberikan
kesempatan kepada mereka untuk menfitnah kita kembali, jelas tidak! Atau
menyuruh mereka mengikuti seminar-seminar
supaya hati mereka bekerja secara
optimal untuk merubah mereka supaya memiliki watak yang benar, pastinya tidak
juga! Jadi bagaimana caranya? Ya kita
doakan mereka! Semoga mereka sehat dan diberikan Tuhan kesempatan untuk
mengenal bagaimana kita sesungguhnya.
Karena kita bukanlah seperti yang mereka tuduhkan kepada kita, tanpa
harus bersungut-sungut.. Selanjutnya, jangan pernah berniat untuk
membalaskannya dengan motivasi apapun. Yang berlalu biarlah berlalu, yakinkan diri
kita bahwa apa yang kita perbuat sudah benar dengan HATI.
Perlukah
kita dendam kepada orang yang menfitnah kita? Memang suatu hal yang dapat
diterima secara duniawi apabila seseorang yang menuduh kita harusnya diberikan
pelajaran supaya jera dan tidak mengulangi lagi. Tetapi, dendam kepada mereka
bukanlah jaminan untuk kita supaya kita tidak mengalami hal serupa dari orang
lain. Karena dengan dendam kepada mereka
yang telah menfitnah kita, itu berarti bahwa kita tetap saja sama dengan
mereka, tidak ada bedanya sama-sama melakukan hal yang tidak benar dan tidak
dikehendaki oleh TUHAN. Jadi jawabannya adalah tidak perlu kita dendam kepada
mereka yang menfitnah kita. Tidak ada
satu kebaikan-pun yang berasal dari kejahatan, karena sesungguhnya sadar
atau tidak dendam itu adalah kejahatan yang terencana.
Bagaimana
kita menyikapi tuduhan? Banyak orang yang menyesal karena menanggapi tuduhan
dengan emosional. Aksi berhadapan dan bahkan mengadukan ke pihak yang berwajib
dianggap cara paling ampuh untuk membuat orang lain jera dengan harapan supaya
tidak diulangi lagi. Bagi orang lain, emosional, berduel, membangkang dan
bahkan mengancam mungkin dianggap ampuh, tetapi bagi saya cara-cara kekerasan
baik mental maupun fisik belum mampu sepenuhnya menyadarkan mereka yang berbuat
salah. Menurut saya, TUDUHAN itu adalah
BERKAH. Tuduhan itu adalah ekspresi
jujur dari seseorang yang masih meragukan perilaku kita. Menurut mereka kita
masih harus berbuat seperti mereka
supaya kita tidak lagi diragukan. Jadikan hal tersebut koreksi yang berharga
bagi kita, karena masih ada orang yang memperhatikan perilaku kita meskipun apa
yang dipikirkannya tentang kita adalah suatu kesalahan besar. Jadikan tuduhan yang tidak berharga tersebut
menjadi motivasi untuk menggali lebih dalam lagi tentang potensi terpendam yang
kita sesungguhnya kita miliki. Mengampuni mereka yang menuduh kita adalah
potensi yang harus dikembangkan dan disyukuri untuk menjadikan kita menjadi
manusia yang lebih dewasa dan berjiwa
besar dari sebelumnya. Berbahagialah dan
bertuahlah mereka yang bisa berfikir, berbuat dan hidup dengan hati, karena
orang-orang seperti merekalah yang bisa dengan bijak yang berasal dari TUHAN
dapat menyikapi tuduhan itu sebagai berkah.